Budaya politik Indonesia adalah, budaya politik yang santun. Oleh karena itu, kita harus berpolitik dengan santun. Kita tidak boleh melakukan black campaign. Tidak boleh saling gontok‑gontokon, saling menjatuhkan, atau saling "tikam" dari belakang.
Kalian pemah mendengar kalimat‑kalimat di atas diucapkan oleh tokoh politik atau pengamat politik di televisi, bukan?
BUDAYA POLITIK |
A. HAKIKAT BUDAYA POLITIK
1. Pengertian Budaya dan Pengertian Politik
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata buddayah, bentuk Jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi, budaya adalah hal‑hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Koentjaraningrat mendefinisikan Budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan cara belajar. Sementara Parsudi Suparlan mendefinisikan budaya sebagai sistem ide milik bersama yajig dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat.
Mengenai politik, istilah politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata polis yang berarti negara kota.
Aristoteles, seorang filsuf Yunani, mengatakan hakikat kehidupan sosial melibatkan hubungan‑hubungan politik karena ada interaksi antara dua orang atau lebih.
Pada perkembangannya, politik berubah menjadi upaya atau usaha untuk mendapatkan kekuasaan dengan tujuan memberi kontribusi terhadap upaya pencapaian cita‑cita bangsa dan negara. Wadah yang dipergunakan untuk berpolitik adalah partai politik.
Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan politik sebagai bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Menurut Miriam, ada lima unsur dalam politik, yaitu:
a. Negara,
b. Kekuasaan,
c. Pengambilan keputusan,
d. Kebijakan umum, dan
e. Pembagian kekuasaan.
2. Pengertian Budaya Politik
Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan‑pandangar politik, seperti norma‑norma, pola‑pola orientasi terhadap politik, dan pandangan hidup pada umumnya. Budaya politik merupakan kunci untuk memahami setiap sistem politik.
Budaya politik meliputi hal‑hal berikut :
a. Legitimasi.
b. Pengaturan kekuasaan.
c. Proses pembuatan kebijakan pemerintah.
d. Kegiatan partai‑partai politik.
e. Perilaku aparat negara.
f. Gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Dasar dari budaya politik adalah etika politik yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Etika politik merupakan tata nilai, sopan santun, atau ukuran baik buruknya tingkah laku politik atau pelaku politik, baik dalam suprastruktur maupakan infrastruktur.
Etika politik dalam sistem politik demokrasi mempunyai ciri‑ciri sebagai berikut :
a. Menegakkan konstitusi sehingga tercipta constitutional govemment.
b. Menegakkan rule of law sehingga tercipta pemerintahan berdasarkan hukum.
c. Menegakkan open management sehingga terwujud partisipasi masyarakat secara efektif
d. Penyelenggarakan pemilihan umum yang luber dan jurdil sehingga tercipta kebebasan rakyat untuk memilih atau menetapkan pilihannya.
e. Menghormati adanya organisasi politik sehingga terwujud mekanisme demokrasi yang sehat. Akhirnya, terjadi pergantian pemerintahan secara demokratis.
f. Mengusahakan terwujudnya komunikasi dua arah sehingga terjadi pemahaman dan saling pengertian dalam rangka mewujudkan kesepakatan.
g. Mengusahakan terwujudnya kebebasan pers.
Menurut Almond dan Powell, budaya politik merupakan dimensi psikologi dari sistem politik, yaitu budaya politik bersumber pada perilaku lahiriah dari manusia yarig bersumber dari penalaran‑penalaran yang sadar. Konsep budaya politik terdiri atas sikap, keyakinan, nilai‑nilai, dan keterampilan yang sering berlaku pada seluruh angota masyarakat, temiasuk kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian, budaya politik dapat juga diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat secara keseluruhan.
Pengertian budaya politik menurut para ahli atau pakar politik kenegaraan adalah sebagai berikut :
a. Macridisi & Brown
Budaya Politik yang diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya yang tinggi antar warga masyarakatnya lebih mendukung demokrasi ketimbang budaya politik yang diwarnai rasa saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antar warganya.
b. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai, dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola‑pola khusus yang terdapat pada bagian‑bagian tertentu dari populasi
c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu, susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai‑nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu‑isu politik.
d. Rusadi Sumintapura
Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati anggota suatu sistem politik.
3. Ruang Lingkup Budaya Politik
Menurut ruang lingkupnya, budaya politik mencakup tiga hal, yaitu :
a. Orientasi yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan dan penolakan terhadap kehidupan politik;
b. Orientasi yang bersifat menilai objek dan peristiwa politik; serta
c. Orientasi dari individu yang diperolehnya dari pengetahuan mengenai kehidupan politik.
B. TIPE‑TIPE BUDAYA POLITILK YANG BERKEMBANG DALAM MASYARAKAT INDONESIA
1. Macam‑Macam Budaya Politik
Berdasarkan tipenya, budaya politik dapat dibagi merjadi 4 (empat) tipe budaya politik, yaitu sebagai berikut :
a. Budaya politik parokial, yaitu berada dalam wilayah atau lingkup yang kecil. Pelaku, politik melakukan peranannya di dalam berbagai bidang karena belum adanya spesialisasi.
b. Budaya politik sebagai subjek, yaitu berada dalam suatu wilayah yang lebih besar. Misalnya, di kota yang telah memiliki kesadaran politik cukup, tinggi dan ketaatan serta loyalitas kepada pemimpin politik yang cukup, besar.
c. Budaya politik sebagai peserta, yaitu berada dalam masyarakat yang telah memilih kesadaran politik yang tinggi dan aktif di dalam memainkan peranan politik, baik dalam sistem atau input maupun di luar sistem atau, output.
d. Tipe campuran (mixed political culture) yang meliputi:
1) parochial subject culture;
2) subject participant culture;
3) parochial participant culture; dan
4) civic culture.
Berdasarkan sikap, nilai‑nilai, dan keeakapan politik yang dimiliki, budaya politik dapat digolongkan berdasarkan orientasi‑orientasi warga negara terhadap kehidupan politik dan pemerintahannya, yaitu sebagai berikut :
a. Budaya polilik partisipan, yaitu, setiap warga negara yang melibatkan diri dalam kegiatan partai politik, sekurang‑kurangnya dalam pemberian suara (voting) dan mencari informasi tentang kehidupan politik.
b. Budaya politik subjek, yaitu warga negara yang secara pasif patuh kepada pemerintah dari undang‑undang dengan tidak ikut pemilihan umum.
c. Budaya politik parokial, yaitu warga negara sama sekali tidak menyadari adanya pemerintahan dan politik.
Berdasarkan proporsi ketiga golongan dalam sistem politik tersebut, maka terdapat 3 (tiga) model kebudayaan politik, yaitu sebagai berikut :
a. Masyarakat Demokratis Industrial
Jumlah partisipan mencapai 40‑60 persen dari penduduk dewasa dan banyak aktivitas politik untuk menjamin adanya kompetisi partai‑partai politik serta kehadiran pemberian suara yang besar.
b. Model Sistem Otoriter
Terdapat sebagian kecil partisipan industrial dan modernis, seperti organisasi politik, mahasiswa, dan kaum intelektual dengan tindakan persuasif menentang sistem yang ada meskipun sebagian besar partisipan hanya sebagai subjek yang pasif.
c. Sistem Dentokratis Praindustri
Hanya terdapat sedikit sekali partisipan dan sedikit, pula keterlibatannya kepada pemerintahan.
Segi‑segi kebudayaan yang terjadi di beberapa negara sebagai gambaran ringkas tentang perbedaan‑perbedaan kebudayaan politik nasional dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 1.1. Segi‑Segi Kebudayaan Potitik di Beberapa Negara
No. | Segi-Segi Kebudayaan Politik | AS | Inggris | Jarman | Peran-cis | Italia | Jepang | Mek-siko | Mesir | India | Tan- zania |
1 | Perasaan identitas nasional | T | T | TS | T | RS | T | S | S | T | RS |
2 | Kesadaran kelas | 5 | T | T | T | T | TS | 5 | S | T | T |
3 | Motivasi prestasi | T | 5 | T | S | S | T | RS | RS | T | T |
4 | Keyakinan dan kebebasan | T | T | TS | S | RS | S | RS | RS | T | S |
5 | Keyakinan akan persamaan | TS | S | TS | S | RS | S | RS | RS | T | S |
6 | Efektivitas politik | T | T | S | S | S | S | RS | RS | T | RS |
7 | Kepercayaan kepada pemerintah | T | T | TS | S | RS | RS | S | RS | S | S |
Keterangan :
T = tinggi, TS = tinggi sekali, S = sedang, dan RS = rendah sekali
2. Faktor‑Faktor yang mempengaruhi Budaya Politik
Budaya politik yang berkembang dalam massyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor‑faktor tertentu. Faktor‑faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Pendidikan Warga Negara
Semakin tinggi tingkat pendidikan warga negara, semakin banyak pengetahuan politik yang ia terima. Hal itu memungkinkan lahirnya budaya politik yang demokratis.
b. Tigkat Ekonomi
Semakin tinggi kesejahteraan suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat partisipasi politiknya. Namun, hal itu tidak berlaku mutlak contohnya saat pemilihan Presiden AS George Walker Bush, tingkat partisipasi rakyat AS hanya sekitar 60 persen. Sementara itu, tingkat partisipasi rakyat Indonesia dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004 mendekati 90 persen.
c. Kemauan Politik (Political will)
Kematian pemegang kekuasaan untuk memperbaiki sistem politik.
d. Supreemasi Hukum
Penegakan hukum yang adil dan independen akan melahirkan budaya politik yang taat hukum.
e. Media massa yang Independen
Media massa merupakan alat kontrol yang efektif dalam rangka menumbuhkan budaya politik yang sehat dan santun.
3. Ciri‑Ciri Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia
Budaya politik yang berlaku di Indonesia seyogyanya sesuai dengan etika politik demokrasi Pancasila. Namun globalisasi membuat budaya politik Indonesia sedikit banyak terpengaruh oleh etika politik dari luar negeri, seperti etika politik demokrasi liberal dan etika politik diktator.
Oleh karena itu, cara mudah untuk mengetahui ciri‑ciri budaya politik yang berkembang di Indonesia (etika demokrasi Pancasila), yaitu dengan membandingkan ketiganya. Perbandingan etika (budaya) politik demokrasi liberal, diktator, dan demokrasi Pancasila dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 1.2 Perbandingan Etika (Budaya) Politik
No. | Etika Politik Demokrasi Liberal | Etika Politik Diktator | Etika Politik Demokrasi Pancasila |
1. | Way of life : Filsafat Liberalisme/filsafat ter-buka | Way of life: Filsafat tertutup. | Way of life: Filsafat Pancasila. |
2. | Sistem politik: Demokrasi liberal | Sistem politik: Kediktatoran. | Sistem politik: Demokrasi Pancasila. |
3. | Sistem sosial: Aneka ragam keterbukaan. | Sistem sosial: Keseragaman dan ketertutupan. | Sistem sosial: Pluratisme dan transparansi. |
4. | Sistem ekonomi: Kapitatisme swasta atau kapitatisme negara atau etatisme. | Sistem ekonomi: Keseragaman dan ketertutupan. | Sistem ekonomi: Ekonomi kerakyatan dan koperasi. |
5. | Sistem budaya: Kebebasan dan individuatisme. | Sistem budaya: Tertutup. | Sistem budaya: Keketuargaan dan musyawarah. |
6. | Sistem pers: Bebas dan terbuka. | Sistem pers: Terkendali/tertutup. | Sistem pers: Kebebasan bertanggung jawab. |
C. SOSIALIS BUDAYA POLITIK
1. Pengertian Sosialisasi Budaya Politik
Dalam upaya membentuk budaya politik, maka dilakukanlah sosialisasi politik. Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada, anggota masyarakat.
Prof. Gabriel A. Almond mendefinisikan sosialisasi politik sebagai proses pengajaran nilai‑nilai masyarakat, dalam hal ini nilai‑nilai dari kebudayaan politik kepada warga negaranya. Sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan tempat individu berada.
Proses sosialisasi politik berlangsung seumur hidup melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh interaksi pengalaman‑pengalaman serta kepribadian seseorang.
Ada dua hal yang harus diperhatikan mengenai proses sosialisasi politik, yaitu sebagai berikut :
a. Sosialisasi politik berjalan terus menerus selama, hidup seseorang,
b. Sosialisasi politik dapat bentuk transmisi dan pengajaran langsung maupun tidak langsung.
Sosialisasi bersifat langsung, yaitu melibatkan komunikasi informasi, nilai‑nilai atau perasaan‑perasaan mengenai politik secara, eksplisit. Mata pelajaran kewarganegaraan yang diberikan di sekolah‑sekolah adalah contoh dari sosialisasi politik langsung.
Sosialisasi politik tidak langsung terutama sangat kuat berlangsung di masa kanak‑kanak sejalan dengan perkembangan sikap penurut dan sikap pembangkang terhadap orang tua, guru, dan teman, yaitu sikap-sikap, yang cenderung memengaruhi sikapnya di masa dewasa terhadap pemimpin‑pemimpin politik dan terhadap sesama warga.
Sosialisasi politik selalu berkembang dan dapat membentuk sikap-sikap individu terhadap politik yang dapat menciptakan identifikasi politik seseorang. Terdapat beberapa gejala umum dalam perkembangan identifikasi politik (political self), yaitu sebagai berikut :
a. Partisipasi cenderung meningkat selama awal masa dewasa dan mencapai puncaknya pada umur empat puluh tahun atau lima Puluh tahun, yaitu ketika tanggung jawab keluarga dan masyarakat berada dalam taraf paling besar dan kemudian menurun pada umur sesudahnya.
b. Keterikatan baru pada politik selalu berkembang, walaupun biasanya dibatasi oleh orientasi‑orientasi yang tumbuh kuat sejak masa kecil.
c. Ikatan‑ikatan dan identifikasi‑identifikasi dasar pun kadang‑kadang berubah pada masa dewasa.
d. Mobilitas geografi, terutama dari pedesaan ke kota bisa mempunyai pengaruh besar terhadap karakter politik karena mobilitas itu menghadapkan orang pada pengalaman‑pengalaman sosialisasi baru.
2. Fungsi Sosialisasi Politik dalam Pembentukan Budaya Politik Partisipan
Secara umum sosialisasi politik berfungsi sebagai sarana pembentukan budaya politik paitisipan. Berikut macam‑macam fungsi sosialisasi politik.
a. Membentuk dan mewariskan kebudayaan politik suatu bangsa.
b. Memelihara budaya politik suatu bangsa dari generasi ke generasi.
c. Merubah kebudayaan politik, yaitu bila sosialisasi itu menyebabkan masyarakat melihat atau mengalami kehidupan politik yang dijalankan dengan cara lain, misalaya pada saat terjadi peristiwa besar atau luar biasa dalam kehidupan politik bangsa. Misalnya, terjadi kudeta atau pergantian kekuasaan dalam suatu negara atau adanya revolusi, seperti di Uni Soviet, Yugoslavia, dan Irak.
d. Menciptakan kebudayaan politik yang baru sama sekali.
e. Memelihara, merubah, dan menciptakan kebudayaan politik.
3. Fungsi dan Peranan Partai Politik
Fungsi dan peranan partai politik adalah sebagai berikut :
a. Sebagai partisipasi politik, yaitu kegiatan warga negara dapat memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin pemerintahan.
b. Sebagai pembentukan kader (political recruitment), yaitu partai politik mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai, dan turut serta dalam memperluas partisipasi politik.
c. Sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization), yaitu partai politik berperan untuk memberikan penanaman nilai‑nilai, norma, dan sikap orientasi politik kepada anggota masyarakat. Beberapa cara partai politik melakukan sosialisasi politik di antaranya :
1) Menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, memperoleh dukungan seluas mungkin, dan menciptakan image memperjuangkan kepentingan umum;
2) Menanamkan solidaritas dalam partai dan mendidik anggota partai menjadi warga negara yang sadar akan tanggung jawabnya; dan
3) Memupuk identitas nasional dan integrasi nasional.
d. Sebagai sarana komunikasi politik (instrument of political communication), yaitu proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah, menghimpun berbagai kepentingan dalam masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan umum (interest articulation) sehingga dapat dijadikan kebijakan umum (public policy).
e. Sebagai sarana pengatur (pengendali), yaitu berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak‑pihak yang berkonflik, menampung, dan memadukan berbagai aspirasi atau kepentingan dari pihak‑pihak yang berkonflik. Kemudian membawa permasalahan ke dalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik.
f. Sebagai sarana artikulasi dan agresi (pemadu) kepentingan, yaitu berfungsi menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda, ataupun bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum. Selanjutnya diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan.
g. Sebagai kontrol atau pengawasan politik (political controlling), yaitu partai politik berfungsi melakukan pengawasan kegiatan dengan menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan suatu kebijakan.
h. Sebagai sarana pembuatan kebijakan, yaitu apabila partai politik merupakan partai pemegang kekuasaan (pemerintahan) dan menduduki badan perwakilan secara mayoritas atau bukan sebagai oposisi, maka partai politik berperan sebagai sarana pembuatan kebijakan.
4. Mekanisme Sosialisasi Budaya Politik
Untuk membentuk budaya politik yang kondusif, maka diperlukan metode sosialisasi politik yang dapat ditempuh dengan dua cara, pendidikan politik dan indoktrinasi.
a. Pendidikan Politik
Menurut Alfian, pendidikan politik dapat, diartikan sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga, mereka, memahami dan menghayati nilai‑nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik ideal yang hendak dibangun. Pendidikan politik bagi masyarakat berdasarkan UU No. 2 Tahun 2008, tentang Partai Politik, bertujuan antara, lain:
1) Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
2) Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
3) Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa, dalam rangka, memelihara, persatuan dan kesatuan bangsa.
Melalui pendidikan politik, diharapkan masyarakat :
1) Memahaini kedudukannya, sebagai warga, negara, dengan hak‑hak, kewajiban‑kewajiban, dan tanggung jawab sosialnya.
2) Memahami kesulitan atau permasalahan sendiri.
3) Menyadari implikasi sesial serta, konsekuensi politik dari setiap perbuatannya di tengah masyarakat.
4) Menyadaii kondisi lingkungan hidupnya, dan seluruh relasinya, disuatu wilayah, yaitu negaranya.
Tingkat kesadaran politik warga, negara yang berlandaskan pada, Pancasila, dan UUD 1945 dapat dikenali melalui perilaku‑perilaku berikut :
1) Sadar akan hak dan kewajibannya, serta tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa, dan negara.
2) Sadar dan taat pada, ketentuan hukum yang berlaku.
b. Sadar untuk mendukung sistem kehidupan nasional secara, demokratis.
3) Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, dengan kesadaran akan keanekaragaman bangsa.
4) Mampu menegakkan dan mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan nilai‑nilai Pancasila, dan UUD 1945.
b. Indoktrinasi
Proses indoktrinasi politik adalah proses sepihak ketika penguasa, memobilisasi dan memanipulasi warga, masyarakat untuk menerima nilai‑nilai, norma, dan simbol yang dianggap ideal oleh pihak yang berkuasa.
Contoh nyata, indoktrinasi politik dalam sistem politik Indonesia adalah pemasyarakatan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada, masa, pemerintahan Orde Baru yang diterbitkan dengan Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang P4 (Eka, Prasetya,Pancakarsa).
Ternyata indoktrinasi Pancasila, melalui P4 tidak banyak memberikan sumbangsih, baik dalam memberikan pendidikan politik masyarakat maupun pengembangkan budaya politik yang sehat. Buktinya, kehidupan politik nasional dalam tataran kualitas selama pemerintahan Orde Baru tidaklah semakin demokratis.
D. PERASN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
1. Bentuk‑Bentuk Budaya Politik Partisipan
Menurut Myron Weiner, terdapat 5 (lima) penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi politik lebih luas dalam proses politik.
a. Modernisasi
Dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat semakin banyak menuntut masyarakat untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan‑Perubahan Struktur Kelas Sosial
Siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan berimbas pada perubahan pola partisipasi politik.
c. Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern
Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa‑bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi.
d. Konflik Antar kelompok Pemimpin Politik
Jika timbul konflik antar elit politik, maka yang dicari adalah dukungan rakyat.
e. Keterlibatan Pemerintah yang Meluas dalam Urusan Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan
Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah, maka akan merangsang timbulnya tuntutan‑tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
2. Bentuk‑bentuk Partisipasi Politik
Bentuk partisipasi politik terdiri dari dua bentuk, yaitu:
a. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern; dan
b. Kegiatan politik nonkonvensional adalah bentuk partisipasi politik yang tidak sebagaimana mestinya atau tidak biasanya.
Beberapa bentuk kegiatan yang memengaruhi tingkatan partisipasi politik masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL 1.3 Bentuk Kegiatan Partisipasi Politik
No. | Konvensional | Non Konvensional |
1. | Pemberian suara (voting) | Pengajuan petisi. |
2. | Diskusi politik. | Berdemonstrasi. |
3. | Kegiatan kampanye | Konfrontasi atau mogok |
4. | Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan. | Tindakan kekerasan politik terhadap harta benda (pengrusakan, pemboman, dan pembakaran). |
5. | Komunikasi individu dan administratif | Tindakan kekerasan terhadap manusia (penculikan, pembunuhan, perang gerilya, dan revolusi). |
Selain kegiatan dalam partisipasi politik, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi partisipasi politik seseorang, yaitu sebagai berikut :
a. Adanya Latar Belakang Pendidikan tinggi
Pendidikaii tinggi sangit mempengaruhi partisipasi politik. Hal ini karena pendidikan tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan persoalan‑persoalan politik, dapat mengembangkan kecakapan menganalisis, dan menciptakan minat serta mempunyai kemampuan berpolitik. Di berbagai negara lembaga pendidikan dan kurikulumnya sengaja berusaha memengaruhi proses sosialisasi polilik kaum muda.
b. Perbedaan Jenis Kelamin dan Status Sosial‑ekonomi
Perbedaan jenis kelamin dan status sosial‑ekonomi juga mempengaruhi kearifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Misalnya, laki‑laki lebih aktif berpartisipasi daripada wanita. Kita lihat presentase jumlah anggota MPR/DPR RI periode 2004‑2009 yang lebih banyak pria daripada wanita, padahal jumlah hak pilih wanita lebih banyak dibandingkan pria.
Orang yang berstatus sosial‑ekonomi mapan lebih aktif daripada yang berstatus rendah. Misalnya, untuk menjadi anggota MPR/DPR hanya orang yang "berduit" yang berpeluang untuk dicalon‑kan dan dipilih dalam pemilihan umum.
c. Adanya Partai Politik
Partai politik mempunyai pengaruh besar dalam menumbuhkan partisipasi politik rakyat. Di Amerika Selikat, orang yang berpartai lebih sering memberikan suaranya daripada yang tidak berpartai. Orang yang setia kepada partainya bahkan lebih aktif lagi. Dengan kata lain, orang yang berpartai politik tidak mungkin menjadi bagian dari "golongan putih" (golput).
Posting Komentar
Butuh Bantuan Live? Silakan Hub Saya Via Facebook !